Visi Islam - Beberapa teori
tentang masuknya Islam ke kawasan Asia Tenggara, seperti Teori kedatangan Islam
ke Asia Tenggara dari Arab, China dan India.
Jejak aktifitas Islam di Asia Tenggara |
1.
Teori Kedatangan
Islam ke Asia Tenggara dari Arab
Dikemukakan
oleh John Crawford menurutnya Islam datang dari Arab melalui pedagang. Buktinya catatan China
mengatakan orang Arab dan Persia telah mempunyai pusat perniagaan di Canton
sejak tahun 300 M. Pedagang Arab yang ke China singgah di pelabuhan Asia
Tenggara tepatnya di Selat Malaka karena posisinya yang strategis, dalam jalur
perdagangan. Kemudian Pedagang Arab ini tinggal beberapa bulan di Asia Tenggara
dan ada yang menetap serta membina perkampungan Arab. Perkampungan ini juga
menjadi tempat untuk berdagang. Ada juga pedagang Arab yang Menikah dengan
wanita tempatan dan menyebarkan Islam. Karena sebagian besar pedagang
menggunakan jalur laut sebagai sarana transportasi maka pada Masa menunggu
angin muson/musim digunakan oleh pedagang Arab untuk mengembangkan Islam.
Adapun beberapa bukti
dari teori ini yaitu :
a)
Kampung Arab di Sumatera Utara yaitu di Ta Shih.
b)
Persamaan
penulisan dan kesusasteraan Asia Tenggara dan Arab.
c)
Budaya dan musik
pengaruh dari arab seperti dabus dan tarian Zapin.
d) Karya-karya
yang menceritakan pengislaman raja tempatan oleh syeikh dari Tanah Arab
contohnya hikayat Raja-raja samudra Pasai mengatakan Raja Malik diislamkan oleh
ahli sufi dari Arab yaitu Syeikh Ismail.
2.
Teori Kedatangan
Islam ke Asia Tenggara dari China
Dikemukakan
oleh E.G Eredia dan S.Q. Fatimi, menurut Eredia, Canton pernah menjadi pusat
Perdagangan bagi para pedagang Arab hingga pedagang China memeluk Islam.
Pedagang China Islam ini kemudiannya berdagang di Asia tenggara disamping
menyebarkan Islam. Sedangkan menurut Fatimi, pedagang Cina Canton pernah
berpindah beramai-ramai ke Asia Tenggara.
Adapun Bukti kedatangan
Islam dari China ini yaitu :
a)
Pada Batu
Bersurat Terengganu, batu nisan yang mempunyai ayat al-Quran di Pekan, Pahang.
b)
Wujud persamaan
antara seni Bangunan Cina dengan seni Bangunan masjid di Kelantan, Melaka dan
Jawa yaitu seperti bumbung pagoda, ciri
khas atap genteng dari China.
3.
Teori Kedatangan
Islam ke Asia Tenggara dari India/Gujarat
Dikemukakan
oleh S.Hurgronje, menurutnya Islam datang dari Gujarat/India dan pantai
Koromandel di semenanjung India. Hubungan dagang Asia Tenggara dengan India
telah terwujud sejak lama, hal ini memberikan peluang bagi pedagang Islam India
untuk menyebarkan Islam.
Adapun beberapa bukti
dari teori ini yaitu :
a)
Terdapat batu
marmar pada batu nisan mempunyai cirri buatan India, contohnya di batu nisan Raja Malik Pasai.
b)
Unsur budaya
India amat banyak kita jumpai di Negara-negara Asia Tenggara.
A.
Proses
Masuknya Islam di Asia Tenggara
Mengenai kedatangan Islam di negara-negara yang ada
di Asia Tenggara hampir semuanya didahului oleh interaksi antara masyarakat di
wilayah kepulauan dengan para pedagang Arab, India, Bengal, Cina, Gujarat,
Iran, Yaman dan Arabia Selatan. Pada abad ke-5 sebelum Masehi Kepulauan Melayu
telah menjadi tempat persinggahan para pedagang yang berlayar ke Cina dan
mereka telah menjalin hubungan dengan masyarakat sekitar Pesisir. Kondisi
semacam inilah yang dimanfaatkan para pedagang Muslim yang singgah untuk
menyebarkan Islam pada warga sekitar pesisir.
Menurut Uka Tjandra Sasmita, prorses masukya Islam
ke Asia Tenggara yang berkembang ada enam saluran,
yaitu:
1. Perdagangan
Pada
taraf permulaan, proses masuknya Islam adalah melalui perdagangan. Kesibukan
lalu-lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 membuat pedagang-pedagang
Muslim (Arab, Persia dan India) turut ambil bagian dalam perdagangan dari
negeri-negeri bagian Barat, Tenggara dan Timur Benua Asia.
2. Perkawinan
Dari
sudut ekonomi, para pedagang Muslim memiliki status sosial yang lebih baik
daripada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi terutama puteri-puteri
bangsawan, tertarik untuk menjadi isteri saudagar-saudagar itu. Sebelum dikawin
mereka diislamkan terlebih dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan,
lingkungan mereka makin luas, akhirnya timbul kampung-kampung, daerah-daerah
dan kerajaan Muslim.
3. Tasawuf
Pengajar-pengajar
tasawuf atau para sufi mengajarkan teosofi yang bercampur dengana ajaran yang
sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam soal magis dan
mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan. Di antara mereka juga ada yang
mengawini puteri-puteri bangsawan setempat. Dengan tasawuf, “bentuk” Islam yang
diajarkan kepada penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan alam pikiran
mereka yang sebelumnya menganut agama Hindu, sehingga agama baru itu mudah
dimengerti dan diterima. Di antara ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran
yang mengandung persamaan dengan alam pikiran Indonesia pra-Islam itu adalah
Hamzah Fansuri di Aceh, Syekh Lemah Abang, dan Sunan Panggung di Jawa. Ajaran
mistik seperti ini masih dikembangkan di abad ke-19 M bahkan di abad ke-20 M
ini.
4. Pendidikan
Islamisasi
juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun pondok yang
diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai dan ulama. Di pesantren atau
pondok itu, calon ulama, guru agama dan kiai mendapat pendidikan agama.
5. Kesenian
Saluran
Islamisasi melaui kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang.
Dikatakan, Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan
wayang. Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia meminta para
penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat.
6. Politik
Di
Maluku dan Sulawesi Selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya
memeluk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu
tersebarnya Islam di daerah ini. Di samping itu, baik di Sumatera dan Jawa
maupun di Indonesia Bagian Timur, demi kepentingan politik, kerajaan-kerajaan
Islam memerangi kerajaan-kerajaan non Islam. Kemenangan kerajaan Islam secara politis
banyak menarik penduduk kerajaan bukan Islam itu masuk Islam.
B.
Kerajaan-Kerajaan
Islam di Asia Tenggara
a) Kerajaan
Perlak
Perlak
adalah kerajaan Islam tertua di Indonesia. Perlak adalah sebuah kerajaan dengan
masa pemerintahan cukup panjang. Kerajaan yang berdiri pada tahun 840 M ini
berakhir pada tahun 1292 M karena bergabung dengan Kerajaan Samudra Pasai.
Sejak berdiri sampai bergabungnya Perlak dengan Samudra Pasai, terdapat 19
orang raja yang memerintah. Raja yang pertama ialah Sultan Alaidin Saiyid
Maulana Abdul Aziz Syah (225 - 249 H / 840 - 964 M). Sultan bernama asli Saiyid
Abdul Aziz pada tanggal 1 Muhharam 225 H dinobatkan menjadi Sultan Kerajaan
Perlak.
Kerajaan
ini mengalami masa jaya pada masa pemerintahan Sultan Makhdum Alaidin Malik
Muhammad Amin Syah II Johan Berdaulat (622-662 H/1225-1263 M).
Pada
masa pemerintahannya, Kerajaan Perlak mengalami kemajuan pesat terutama dalam
bidang pendidikan Islam dan perluasan dakwah Islamiah. Sultan mengawinkan dua
putrinya: Putri Ganggang Sari (Putri Raihani) dengan Sultan Malikul Saleh dari
Samudra Pasai serta Putri Ratna Kumala dengan Raja Tumasik (Singapura
sekarang).
Perkawinan
ini dengan parameswara Iskandar Syah yang kemudian bergelar Sultan Muhammad
Syah.
Sultan
Makhdum Alaidin Malik Muhammad Amin Syah II Johan Berdaulat kemudian digantikan
oleh Sultan Makhdum Alaidin Malik Abdul Aziz Syah Johan Berdaulat (662-692
H/1263-1292 M). Inilah sultan terakhir Perlak. Setelah beliau wafat, Perlak
disatukan dengan Kerajaan Samudra Pasai dengan raja Muhammad Malikul Dhahir
yang adalah Putra Sultan Malikul Saleh dengan Putri Ganggang Sari.
Perlak
merupakan kerajaan yang sudah maju. Hal ini terlihat dari adanya mata uang
sendiri. Mata uang Perlak yang ditemukan terbuat dari emas (dirham), dari perak
(kupang), dan dari tembaga atau kuningan.
b) Kerajaan
Samudera Pasai
Kerajaan
ini didirikan oleh Sultan Malik Al-Saleh dan sekaligus sebagai raja pertama
pada abad ke-13. Kerajaan Samudera Pasai terletak di sebelah utara Perlak di
daerah Lhok Semawe sekarang (pantai timur Aceh).
Sebagai
sebuah kerajaan, raja silih berganti memerintah di Samudra Pasai. Raja-raja
yang pernah memerintah Samudra Pasai adalah seperti berikut:
1)
Sultan Malik
Al-Saleh berusaha meletakkan dasar-dasar kekuasaan Islam dan berusaha mengembangkan
kerajaannya antara lain melalui perdagangan dan memperkuat angkatan perang. Samudra Pasai berkembang menjadi negara maritim yang kuat di
Selat Malaka.
2)
Sultan Muhammad
(Sultan Malik al Tahir I) yang memerintah sejak 1297-1326. Pada masapemerintahannya
Kerajaan Perlak kemudian disatukan dengan Kerajaan Samudra Pasai
.
3)
Sultan Malik al
Tahir II (1326 - 1348 M). Raja yang bernama asli Ahmad ini
sangat teguh
memegangajaran Islam dan aktif menyiarkan Islam ke negeri-negeri sekitarnya.
Akibatnya, Samudra Pasai berkembangsebagai pusat penyebaran Islam. Pada masa
pemerintahannya, Samudra Pasai memiliki armada laut yang kuat sehingga para
pedagang merasa aman singgah dan berdagang di sekitar
SamudraPasai. Namun,
setelah muncul Kerajaan Malaka, Samudra Pasai mulai memudar. Pada tahun 1522
Samudra Pasai diduduki oleh Portugis. Keberadaan Samudra Pasai sebagai kerajaan
maritim digantikan oleh Kerajaan Aceh yang muncukemudian.
Catatan
lain mengenai kerajaan ini dapat diketahui dari tulisan Ibnu Battuta, seorang
pengelana dari Maroko. Menurut Battuta, pada tahun 1345 M, Samudera Pasai
merupakan kerajaan dagang yang makmur. Banyak pedagang dari Jawa, China, dan
India yang datang ke sana. Hal ini mengingat letak Samudera Pasai yang
strategis di Selat Malaka. Mata uangnya uang emas yang disebur deureuham
(dirham).
Di
bidang agama, Samudera Pasai menjadi pusat studi Islam. Kerajaan ini menyiarkan
Islam sampai ke Minangkabau, Jambi, Malaka, Jawa, bahkan ke Thailand. Dari
Kerajaan Samudra Pasai inilah kader-kader Islam dipersiapkan untuk
mengembangkan Islam ke berbagai daerah. Salah satunya ialah Fatahillah. Ia
adalah putra Pasai yang kemudian menjadi panglima di Demak kemudian menjadi
penguasa di Banten.
c) Kerajaan
Aceh
Kerajaan
Islam berikutnya di Sumatra ialah Kerajaan Aceh. Kerajaan yang didirikan oleh
Sultan Ibrahim yang bergelar Ali Mughayat Syah (1514-1528 M), menjadi penting
karena mundurnya Kerajaan Samudera Pasai dan berkembangnya Kerajaan Malaka. Para
pedagang kemudian lebih sering datang ke Aceh.
Pusat
pemerintahan Kerajaan Aceh ada di Kutaraja (Banda Acah sekarang). Corak
pemerintahan di Aceh terdiri atas dua sistem: pemerintahan sipil di bawah kaum
bangsawan, disebut golongan teuku; dan pemerintahan atas dasar agama di bawah
kaum ulama, disebut golongan tengku atau teungku.
Sebagai
sebuah kerajaan, Aceh mengalami masa maju dan mundur. Aceh mengalami kemajuan
pesat pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607- 1636 M). Pada masa
pemerintahannya, Aceh mencapai zaman keemasan. Aceh bahkan dapat menguasai Johor,
Pahang, Kedah, Perak di Semenanjung Melayu dan Indragiri, Pulau Bintan, dan
Nias. Di samping itu, Iskandar Muda juga menyusun undang-undang tata
pemerintahan yang disebut Adat Mahkota Alam.
Setelah
Sultan Iskandar Muda, tidak ada lagi sultan yang mampu mengendalikan Aceh. Aceh
mengalami kemunduran di bawah pimpinan Sultan Iskandar Thani (1636- 1641 M).
Dia kemudian digantikan oleh permaisurinya, Putri Sri Alam Permaisuri (1641-
1675 M). Sejarah mencatat Aceh makin hari makin lemah akibat pertikaian antara
golongan teuku dan teungku, serta antara golongan aliran syiah dan sunnah sal
jama'ah. Akhirnya, Belanda berhasil menguasai Aceh pada tahun 1904 M.
Dalam
bidang sosial, letaknya yang strategis di titik sentral jalur perdagangan
internasional di Selat Malaka menjadikan Aceh makin ramai dikunjungi pedangang
Islam.
Terjadilah
asimilasi baik di bidang sosial maupun ekonomi. Dalam kehidupan bermasyarakat,
terjadi perpaduan antara adat istiadat dan ajaran agama Islam. Pada sekitar
abad ke-16 dan 17 terdapat empat orang ahli tasawuf di Aceh, yaitu Hamzah
Fansuri, Syamsuddin as-Sumtrani, Nuruddin ar-Raniri, dan Abdurrauf dari
Singkil. Keempat ulama ini sangat berpengaruh bukan hanya di Aceh tetapi juga
sampai ke Jawa.
Dalam
kehidupan ekonomi, Aceh berkembang dengan pesat pada masa kejayaannya. Dengan
menguasai daerah pantai barat dan timur Sumatra, Aceh menjadi kerajaan yang
kaya akan sumber daya alam, seperti beras, emas, perak dan timah serta
rempah-rempah.
d) Kerajaan
Demak dan Kerajaan Pajang
Demak
adalah kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Kerajaan yang didirikan oleh Raden
Patah ini pada awalnya adalah sebuah wilayah dengan nama Glagah atau Bintoro
yang berada di bawah kekuasaan Majapahit. Majapahit mengalami kemunduran pada
akhir abad ke-15. Kemunduran ini memberi peluang bagi Demak untuk berkembang
menjadi kota besar dan pusat perdagangan. Dengan bantuan para ulama Walisongo,
Demak berkembang menjadi pusat penyebaran agama Islam di Jawa dan wilayah timur
Nusantara.
Sebagai
kerajaan, Demak diperintah silih berganti oleh raja-raja. Demak didirikan oleh
Raden Patah (1500-1518 M) yang bergelar Sultan Alam Akhbar al Fatah. Raden
Patah sebenarnya adalah Pangeran Jimbun, putra raja Majapahit. Pada masa
pemerintahannya, Demak berkembang pesat. Daerah kekuasaannya meliputi daerah
Demak sendiri, Semarang, Tegal, Jepara dan sekitarnya, dan cukup berpengaruh di
Palembang dan Jambi di Sumatera, serta beberapa wilayah di Kalimantan.
Karena
memiliki bandar-bandar penting seperti Jepara, Tuban, Sedayu, Gresik, Raden Patah
memperkuat armada lautnya sehingga Demak berkembang menjadi negara maritim yang
kuat. Dengan kekuatannya itu, Demak mencoba menyerang Portugis yang pada saat
itu menguasai Malaka. Demak membantu Malaka karena kepentingan Demak turut
terganggu dengan hadirnya Portugis di Malaka. Namun, serangan itu gagal.
Raden
Patah kemudian digantikan oleh Adipati Unus (1518-1521 M). Walau ia tidak
memerintah lama, tetapi namanya cukup terkenal sebagai panglima perang yang
berani.
Ia
berusaha membendung pengaruh Portugis jangan sampai meluas ke Jawa. Karena mati
muda, Adipati Unus kemudian digantikan oleh adiknya, Sultan Trenggono
(1521-1546 M). Di bawah pemerintahannya, Demak mengalami masa kejayaan.
Trenggono berhasil membawa Demak memperluas wilayah kekuasaannya. Pada tahun
1522 M, pasukan Demak di bawah pimpinan Fatahillah menyerang Banten, Sunda
Kelapa, dan Cirebon. Baru pada tahun 1527 M, Sunda Kelapa berhasil direbut.
Dalam penyerangan ke Pasuruan pada tahun 1546 M, Sultan Trenggono gugur.
Sepeninggal
Sultan Trenggono, Demak mengalami kemunduran. Terjadi perebutan kekuasaan
antara Pangeran Sekar Sedolepen, saudara Sultan Trenggono yang seharusnya
menjadi raja dan Sunan Prawoto, putra sulung Sultan Trenggono. Sunan Prawoto
kemudian dikalahkan oleh Arya Penangsang, anak Pengeran Sekar Sedolepen.
Namun,
Arya Penangsang pun kemudian dibunuh oleh Joko Tingkir, menantu Sultan
Trenggono yang menjadi Adipati di Pajang. Joko Tingkir (1549-1587 M) yang
kemudian bergelar Sultan Hadiwijaya memindahkan pusat Kerajaan Demak ke Pajang.
Kerajaannya kemudian dikenal dengan nama Kerajaan Pajang.
Sultan
Hadiwijaya kemudian membalas jasa para pembantunya yang telah berjasa dalam
pertempuran melawan Arya Penangsang. Mereka adalah Ki Ageng Pemanahan menerima
hadiah berupa tanah di daerah Mataram (Alas Mentaok), Ki Penjawi dihadiahi
wilayah di daerah Pati, dan keduanya sekaligus diangkat sebagai bupati di
daerahnya masing-masing. Bupati Surabaya yang banyak berjasa menundukkan
daerah-daerah di Jawa Timur diangkat sebagai wakil raja dengan daerah kekuasaan
Sedayu, Gresik, Surabaya, dan Panarukan.
Ketika
Sultan Hadiwijaya meninggal, beliau digantikan oleh putranya Sultan Benowo.
Pada masa pemerintahannya, Arya Pangiri, anak dari Sultan Prawoto melakukan
pemberontakan. Namun, pemberontakan tersebut dapat dipadamkan oleh Pangeran
Benowo dengan bantuan Sutawijaya, anak angkat Sultan Hadiwijaya. Tahta Kerajaan
Pajang kemudian diserahkan Pangeran Benowo kepada Sutawijaya. Sutawijaya
kemudian memindahkan pusat Kerajaan Pajang ke Mataram.
Di
bidang keagamaan, Raden Patah dan dibantu para wali, Demak tampil sebagai pusat
penyebaran Islam. Raden Patah kemudian membangun sebuah masjid yang megah,
yaitu Masjid Demak.
Dalam
bidang perekonomian, Demak merupakan pelabuhan transito (penghubung) yang
penting. Sebagai pusat perdagangan Demak memiliki pelabuhan-pelabuhan penting,
seperti Jepara, Tuban, Sedayu, Gresik. Bandar-bandar tersebut menjadi
penghubung daerah penghasil rempah-rempah dan pembelinya. Demak juga memiliki
penghasilan besar dari hasil pertaniannya yang cukup besar. Akibatnya,
perekonomian Demak berkembang degan pesat.
e) Kerajaan
Mataram
Sutawijaya
yang mendapat limpahan Kerajaan Pajang dari Sutan Benowo kemudian memindahkan
pusat pemerintahan ke daerah kekuasaan ayahnya, Ki Ageng Pemanahan, di Mataram.
Sutawijaya kemudian menjadi raja Kerajaan Mataram dengan gelar Panembahan
Senopati Ing Alaga Sayidin Panatagama.
Pemerintahan
Panembahan Senopati (1586-1601 M) tidak berjalan dengan mulus karena diwarnai
oleh pemberontakan-pemberontakan. Kerajaan yang berpusat di Kotagede (sebelah
tenggara kota Yogyakarta sekarang) ini selalu terjadi perang untuk menundukkan
para bupati yang ingin melepaskan diri dari kekuasaan Mataram, seperti Bupati
Ponorogo, Madiun, Kediri, Pasuruan bahkan Demak. Namun, semua daerah itu dapat
ditundukkan. Daerah yang terakhir dikuasainya ialah Surabaya dengan bantuan
Sunan Giri.
Setelah
Senopati wafat, putranya Mas Jolang (1601-1613 M) naik tahta dan bergelar
Sultan Anyakrawati. Dia berhasil menguasai Kertosono, Kediri, dan Mojoagung. Ia
wafat dalam pertempuran di daerah Krapyak sehingga kemudian dikenal dengan
Pangeran Sedo Krapyak.
Mas
Jolang kemudian digantikan oleh Mas Rangsang (1613-1645 M). Raja Mataram yang
bergelar Sultan Agung Senopati ing Alogo Ngabdurracham ini kemudian lebih dikenal
dengan nama Sultan Agung. Pada masa pemerintahannya, Mataram mencapai masa
keemasan. Pusat pemerintahan dipindahkan ke Plered. Wilayah kekuasaannya
meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan sebagian Jawa Barat. Sultan Agung
bercita-cita mempersatukan Jawa. Karena merasa sebagai penerus Kerajaan Demak,
Sultan Agung menganggap Banten adalah bagian dari Kerajaan Mataram. Namun,
Banten tidak mau tunduk kepada Mataram. Sultan Agung kemudian berniat untuk
merebut Banten.
Namun,
niatnya itu terhambat karena ada VOC yang menguasai Sunda Kelapa. VOC juga
tidak menyukai Mataram. Akibatnya, Sultan Agung harus berhadapan dulu dengan
VOC. Sultan Agung dua kali berusaha menyerang VOC: tahun 1628 M dan 1629 M. Penyerangan
tersebut tidak berhasil, tetapi dapat membendung pengaruh VOC di Jawa.
Sultan
Agung membagi sistem pemerintahan Kerajaan Mataram seperti berikut:
1) Kutanegara,
daerah pusat keraton. Pelaksanaan pemerintahan dipegang oleh Patih Lebet (Patih
Dalam) yang dibantu Wedana Lebet (Wedana Dalam).
2) Negara
Agung, daerah sekitar Kutanegara. Pelaksanaan pemerintahan dipegang Patih Jawi
(Patih Luar) yang dibantu Wedana Jawi (Wedana Luar).
3) Mancanegara,
daerah di luar Negara Agung. Pelaksanaan pemerintahan dipegang oleh para
Bupati.Sultan
Agung wafat pada tahun 1645 M dan digantikan oleh Amangkurat I (1645-1677 M).
Amangkurat I menjalin hubungan dengan Belanda. Pada masa pemerintahannya.
Mataram diserang oleh Trunojaya dari Madura, tetapi dapat digagalkan karena
dibantu Belanda. Amangkurat I kemudian digantikan oleh Amangkurat II (1677-1703
M). Pada masa pemerintahannya, wilayah Kerajaan Mataram makin menyempit karena
diambil oleh Belanda. Setelah Amangkurat II, raja-raja yang memerintah Mataram
sudah tidak lagi berkuasa penuh karena pengaruh Belanda yang sangat kuat. Bahkan
pada tahun 1755 M, Mataram terpecah menjadi dua akibat Perjanjian Giyanti:
Ngayogyakarta
Hadiningrat (Kesultanan Yogyakarta) yang berpusat di Yogyakarta dengan raja
Mangkubumi yang bergelar Hamengku Buwono I dan Kesuhunan Surakarta yang
berpusat di Surakarta dengan raja Susuhunan Pakubuwono III. Dengan demikian,
berakhirlah Kerajaan Mataram.
Kehidupan
sosial ekonomi Mataram cukup maju. Sebagai kerajaan besar, Mataram maju hampir
dalam segala bidang, pertanian, agama, budaya. Pada zaman Kerajaan Majapahit,
muncul kebudayaan Kejawen, gabungan antara kebudayaan asli Jawa, Hindu, Buddha,
dan Islam, misalnya upacara Grebeg, Sekaten. Karya kesusastraan yang terkenal
adalah Sastra Gading karya Sultan Agung. Pada tahun 1633 M, Sultan Agung
mengganti perhitungan tahun Hindu yang berdasarkan perhitungan matahari dengan
tahun Islam yang berdasarkan perhitungan bulan.
f) Kerajaan
Banten
Kerajaan
yang terletak di barat Pulau Jawa ini pada awalnya merupakan bagian dari
Kerajaan Demak. Banten direbut oleh pasukan Demak di bawah pimpinan Fatahillah.
Fatahillah adalah menantu dari Syarif Hidayatullah. Syarif Hidayatullah adalah
salah seorang wali yang diberi kekuasaan oleh Kerajaan Demak untuk memerintah
di Cirebon. Syarif Hidayatullah memiliki 2 putra laki-laki, pangeran Pasarean
dan Pangeran Sabakingkin. Pangeran Pasareaan berkuasa di Cirebon. Pada tahun
1522 M, Pangeran Saba Kingkin yang kemudian lebih dikenal dengan nama
Hasanuddin diangkat menjadi Raja Banten.
Setelah
Kerajaan Demak mengalami kemunduran, Banten kemudian melepaskan diri dari
Demak. Berdirilah Kerajaan Banten dengan rajanya Sultan Hasanudin (1522-1570 M).
Pada masa pemerintahannya, pengaruh Banten sampai ke Lampung. Artinya,
Bantenlah yang menguasai jalur perdagangan di Selat Sunda. Para pedagang dari
Cina, Persia, Gujarat, Turki banyak yang mendatangi bandar-bandar di Banten.
Kerajaan Banten berkembang menjadi pusat perdagangan selain karena letaknya
sangat strategis, Banten juga didukung oleh beberapa faktor di antaranya
jatuhnya Malaka ke tangan Portugis (1511 M) sehingga para pedagang muslim
berpindah jalur pelayarannya melalui Selat Sunda. Faktor lainnya, Banten
merupakan penghasil lada dan beras, komoditi yang laku di pasaran dunia.
Sultan
Hasanudin kemudian digantikan putranya, Pangeran Yusuf (1570-1580 M).Pada masa
pemerintahannya, Banten berhasil merebut Pajajaran dan Pakuan.Pangeran Yusuf
kemudian digantikan oleh Maulana Muhammad. Raja yang bergelar Kanjeng Ratu
Banten ini baru berusia sembilan tahun ketika diangkat menjadi raja. Oleh sebab
itu, dalam menjalankan roda pemerintahan, Maulana Muhammad dibantu oleh
Mangkubumi. Dalam tahun 1595 M, dia memimpin ekspedisi menyerang Palembang.
Dalam pertempuran itu, Maulana Muhammad gugur.
Maulana
Muhammad kemudian digantikan oleh putranya Abu'lmufakhir yang baru berusia lima
bulan. Dalam menjalankan roda pemerintahan, Abu'lmufakhir dibantu oleh
Jayanegara. Abu'lmufakhir kemudian digantikan oleh Abu'ma'ali Ahmad
Rahmatullah. Abu'ma'ali Ahmad Rahmatullah kemudian digantikan oleh Sultan Ageng
Tirtayasa (1651-1692 M).
Sultan
Ageng Tirtayasa menjadikan Banten sebagai sebuah kerajaan yang maju dengan
pesat. Untuk membantunya, Sultan Ageng Tirtayasa pada tahun 1671 M mengangkat
purtanya, Sultan Abdulkahar, sebagi raja pembantu. Namun, sultan yang bergelar
Sultan Haji berhubungan dengan Belanda. Sultan Ageng Tirtayasa yang tidak
menyukai hal itu berusaha mengambil alih kontrol pemerintahan, tetapi tidak
berhasil karena Sultan Haji didukung Belanda. Akhirnya, pecahlah perang
saudara. Sultan Ageng Tirtayasa tertangkap dan dipenjarakan. Dengan demikian,
lambat laun Banten mengalami kemunduran karena tersisih oleh Batavia yang
berada di bawah kekuasaan Belanda.
g) Kerajaan
Cirebon
Kerajaan
yang terletak di perbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah didirikan oleh
salah seorang anggota Walisongo, Sunan Gunung Jati dengan gelar Syarif
Hidayatullah.
Syarif
Hidayatullah membawa kemajuan bagi Cirebon. Ketika Demak mengirimkan pasukannya
di bawah Fatahilah (Faletehan) untuk menyerang Portugis di Sunda Kelapa, Syarif
Hidayatullah memberikan bantuan sepenuhnya.
Bahkan pada tahun 1524 M,
Fatahillah diambil menantu oleh Syarif Hidayatullah. Setelah Fatahillah
berhasil mengusir Portugis dari Sunda Kelapa, Syarif Hidayatullah meminta
Fatahillah untuk menjadi Bupati di Jayakarta.Syarif Hidayatullah kemudian
digantikan oleh putranya yang bernama Pangeran Pasarean. Inilah raja yang
menurunkan raja-raja Cirebon selanjutnya.Pada tahun 1679 M, Cirebon terpaksa
dibagi dua, yaitu Kasepuhan dan Kanoman.
Dengan
politik de vide at impera yang dilancarkan Belanda yang pada saat itu sudah
berpengaruh di Cirebon, kasultanan Kanoman dibagi dua menjadi Kasultanan
Kanoman dan Kacirebonan. Dengan demikian, kekuasaan Cirebon terbagi menjadi 3,
yakni Kasepuhan, Kanoman, dan Kacirebonan. Cirebon berhasil dikuasai VOC pada
akhir abad ke-17.
h) Kerajaan
Gowa-Tallo
Kerajaan
yang terletak di Sulawesi Selatan sebenarnya terdiri atas dua kerjaan: Gowa
dan Tallo. Kedua kerajaan ini kemudian bersatu. Raja Gowa, Daeng Manrabia,
menjadi raja bergelar Sultan Alauddin dan Raja Tallo, Karaeng Mantoaya, menjadi
perdana menteri bergelar Sultan Abdullah. Karena pusat pemerintahannya terdapat
di Makassar, Kerajaan Gowa dan Tallo sering disebut sebagai Kerajaan Makassar.
Karena
posisinya yang strategis di antara wilayah barat dan timur Nusantara, Kerajaan
Gowa dan Tallo menjadi bandar utama untuk memasuki Indonesia Timur yang kaya
rempah-rempah. Kerajaan Makassar memiliki pelaut-pelaut yang tangguh terutama
dari daerah Bugis. Mereka inilah yang memperkuat barisan pertahanan laut
Makassar.
Raja
yang terkenal dari kerajaan ini ialah Sultan Hasanuddin (1653-1669 M). Hasanuddin
berhasil memperluas wilayah kekuasaan Makassar baik ke atas sampai ke Sumbawa
dan sebagian Flores di selatan.
Karena
merupakan bandar utama untuk memasuki Indonesia Timur, Hasanuddin bercita-cita
menjadikan Makassar sebagai pusat kegiatan perdagangan di Indonesia bagian
Timur. Hal ini merupakan ancaman bagi Belanda sehingga sering terjadi
pertempuran dan perampokan terhadap armada Belanda. Belanda kemudian menyerang
Makassar dengan bantuan Aru Palaka, raja Bone.
Belanda berhasil memaksa
Hasanuddin, Si Ayam Jantan dari Timur itu menyepakati Perjanjian Bongaya pada
tahun 1667 M. Isi perjanjian itu ialah: Belanda mendapat monopoli dagang di
Makassar, Belanda boleh mendirikan benteng di Makassar, Makassar harus
melepaskan jajahannya, dan Aru Palaka harus diakui sebagai Raja Bone. Sultan
Hasanuddin kemudian digantikan oleh Mapasomba. Namun, Mapasomba tidak berkuasa
lama karena Makassar kemudian dikuasai Belanda, bahkan seluruh Sulawesi
Selatan.
Tata
kehidupan yang tumbuh di Makassar dipengaruhi oleh hukum Islam. Kehidupan
perekonomiannya berdasarkan pada ekonomi maritim: perdagangan dan pelayaran.
Sulawesi Selatan sendiri merupakan daerah pertanian yang subur. Daerah-daerah
taklukkannya di tenggara seperti Selayar dan Buton serta di selatan seperti
Lombok, Sumbawa, dan Flores juga merupakan daerah yang kaya dengan sumber daya
alam. Semua itu membuat Makassar mampu memenuhi semua kebutuhannya bahkan mampu
mengekspor.
Karena
memiliki pelaut-pelaut yang tangguh dan terletak di pintu masuk jalur
perdagangan Indonesia Timur, disusunlah Ade'Allapialing Bicarana Pabbalri'e,
sebuah tata hukum niaga dan perniagaan dan sebuah naskah lontar yang ditulis
oleh Amanna Gappa.
i)
Kerajaan Ternate
dan Tidore
Ternate
merupakan kerajaan Islam di timur yang berdiri pada abad ke-13 dengan raja
Zainal Abidin (1486-1500 M). Zainal Abidin adalah murid dari Sunan Giri di
Kerajaan Demak. Kerajaan Tidore berdiri di pulau lainnya dengan Sultan Mansur
sebagai raja.
Kerajaan
yang terletak di Indonesia Timur menjadi incaran para pedagang karena Maluku
kaya akan rempah-rempah. Kerajaan Ternate cepat berkembang berkat hasil
rempah-rempah terutama cengkih.
Ternate
dan Tidore hidup berdampingan secara damai. Namun, kedamaian itu tidak
berlangsung selamanya. Setelah Portugis dan Spanyol datang ke Maluku, kedua
kerajaan berhasil diadu domba. Akibatnya, antara kedua kerajaan tersebut
terjadi persaingan. Portugis yang masuk Maluku pada tahun 1512 M menjadikan
Ternate sebagai sekutunya dengan membangun benteng Sao Paulo. Spanyol yang
masuk Maluku pada tahun 1521 M menjadikan Tidore sebagai sekutunya.
Dengan
berkuasanya kedua bangsa Eropa itu di Tidore dan Ternate, terjadi pertikaian
terus-menerus. Hal itu terjadi karena kedua bangsa itu sama-sama ingin
memonopoli hasil bumi dari kedua kerajaan tersebut. Di lain pihak, ternyata
bangsa Eropa itu bukan hanya berdagang tetapi juga berusaha menyebarkan ajaran
agama mereka. Penyebaran agama ini mendapat tantangan dari Raja Ternate, Sultan
Khairun (1550-1570 M). Ketika diajak berunding oleh Belanda di benteng Sao
Paulo, Sultan Khairun dibunuh oleh Portugis.
Setelah
sadar bahwa mereka diadu domba, hubungan kedua kerajaan membaik kembali. Sultan
Khairun kemudian digantikan oleh Sultan Baabullah (1570-1583 M). Pada masa
pemerintahannya, Portugis berhasil diusir dari Ternate. Keberhasilan itu tidak
terlepas dari bantuan Sultan Tidore. Sultan Khairun juga berhasil memperluas
daerah kekuasaan Ternate sampai ke Filipina.
Sementara
itu, Kerajaan Tidore mengalami kemajuan pada masa pemerintahan Sultan Nuku.
Sultan Nuku berhasil memperluas pengaruh Tidore sampai ke Halmahera, Seram,
bahkan Kai di selatan dan Misol di Irian.
Dengan
masuknya Spanyol dan Portugis ke Maluku, kehidupan beragama dan bermasyarakat
di Maluku jadi beragam: ada Katolik, Protestan, dan Islam. Pengaruh Islam
sangat terasa di Ternate dan Tidore. Pengaruh Protestan sangat terasa di Maluku
bagian tengah dan pengaruh Katolik sangat terasa di sekitar Maluku bagian
selatan.
Maluku
adalah daerah penghasil rempah-rempah yang sangat terkenal bahkan sampai ke
Eropa. Itulah komoditi yang menarik orang-orang Eropa dan Asia datang ke Nusantara.
Para pedagang itu membawa barang-barangnya dan menukarkannya dengan
rempah-rempah. Proses perdagangan ini pada awalnya menguntungkan masyarakat
setempat. Namun, dengan berlakunya politik monopoli perdagangan, terjadi
kemunduran di berbagai bidang, termasuk kesejahteraan masyarakat.
2. Islam
di Malaysia
Malaysia
adalah salah satu negara dengan tingkat perekonomian paling maju di kawasan
Asia Tenggara. Ibu kotanya, Kuala Lumpur, telah menjelma menjadi kota modern,
dengan ikonnya menara kembar Petronas (Twin Tower). Sebagian kalangan di negara
jiran itu menganggap, arsitektur kembar dari salah satu bangunan tertinggi di
dunia ini, punya arti khusus. Menara kembar merupakan simbol kerukunan.
Tidak
berbeda dengan Indonesia, penduduk Malaysia mayoritas adalah penganut Islam.
Jumlahnya mencapai lebih 60 persen dari total populasi yang sekitar 27 juta
jiwa. Islam pun menjiwai segenap aspek kehidupan. Sejak merdeka dari Inggris
pada 31 Agustus 1956, pemerintah menerapkan kebijakan yang senantiasa
berlandaskan pada nilai-nilai agama.
Tidak
adanya dokumen yang lengkap mengenai kedatangan islam ke Malasyia menyebabkan
munculnya berbagai teori tentang kapan dan dari mana Islam pertama kali
menyebar Negara ini.Azmi misalnya, berpendapat bahwa islam datang pertama kali
ke Malasyia sejak abad ke- 7 M. Pendapatnya ini berdasarkan pada sebuah argumen
bahwa pada pertengahan abad tersebut, pedagang islam sudah sampai ke gugusan
pulau- pulau melayu. Para pedagang Arab Muslim yang singgah di Pelabuhan Dagang
Indonesia tentu juga singgah di Pelabuhan- pelabuhan dagang Malasyia. Salah
satu tempat diantaranya yang mereka singgahi adalah Kedah, Trengganu, dan
Malaka.
Hipotesis
lain dikemukakan oleh Fatimi, bahwa islam datang pertama kali sekitar abad ke-8
H (14 M). Ia berpegang pada penemuan Batu bersurat di Trengganu yang bertanggal 702H (1303 M). Batu
Bersurat itu ditulis dengan aksara Arab. Pada sebuah sisi memuat pernyataan
yang memerintahkan para penguasa dan pemerintah untuk berpegang teguh pada
keyakinan Islam dan ajaran Rasulullah.
Selain
itu, Majul mengatakan bahwa Islam pertama tiba di Malaysia sekitar abad ke-15
dan ke-16M. Kedua pendapat ini baik Fatimi maupun Majul, juga tidak dapat
diterima, karena ada bukti yang lebih kuat yang menunjukkan bahwa Islam telah
tiba jauh sebelum itu, yaitu abad ke-3 H (10 M). pendapat terakhir ini
didaraskan pada penemuan batu nisan di Tanjung Inggris, Kedah pada tahun 1965.
pada batu nisan ini tertulis nama Syeikh
Abd. Al Qodir Ibnu Husein Syah yang meninggal pada tahun 291 H (940 M).
Baik
Fatini maupun Majul agaknya tidak mengetahui tentang penemuan batu nisan di
tanjung Kedah ini. Dan tulisan tentangnya di majalah Mastika karena tulisan
tersebut diterbitkan pada tahun 1965 sedangkan penelitian mereka masing-masing
dihasilkan tahun 1963 dan 1964. Dapat disimpulkan bahwa Islam masuk ke Malaysia
pada abad ke-10 M.
Hasil
peradaban Islam di Malaysia ini juga tidak kalah dengan negara-negara Islam
lain, seperti :
a) Adanya
bangunan-bangunan masjid yang megah seperti Masjid Ubaidiyah di Kuala Kancong.
b) Banyaknya
bangunan-bangunan sekolah Islam.
c) Berlakunya
hukum Islam pada pemerintahan Malaysia (hukum Islam di Malaysia mendapat
kedudukan khusus karena dijadikan hukum negara).
3. Islam
di Singapura
Sampai
sekarang belum dapat ditemukan bukti-bukti yang jelas kapan pertama kalinya
islam masuk ke Singapura, tetapi berdasarkan perkiraan sezaman dengan masa
aktifnya para pedagang muslim yang sudah ada di Malaka, Islam masuk ke
Singapura pada abad ke- 8 karena pada abad tersebut para pedagang muslim ini telah
sampai ke Kanton, China, yang kemungkinan besar akan selalu singgah di
pulau-pulau yang telah berpenduduk di semenanjung tanah Melayu ini.
Disamping
sebagai pedagang, para muslim ini tampaknya telah menjadi guru-guru agama serta
imam di tengah-tengah kelompok masyarakat setempat, mereka mengajarkan
Al-Qur’an dan mendirikan madrasah-madrasah sehingga orang-orang kampung senang
pada kegiatan semacam itu, dan tidak sedikit dari mereka yang pada akhirnya
menikah dan memperistri penduduk setempat.
Perilaku
kehidupan sehari-hari keluarga muslim melayu di Singapura adalah pencerminan
yang sangat kuat dari pengaruh guru-guru agama dan imam-imam masjid. Mereka
terbiasa dalam kegiatan-kegiatan ritual keagamaan dan sosial secara kolektif,
mayoritas masyarakat Singapura bermazhab syafi’iyah dan sebagian kecil syi’ah.
Singapura
adalah sebuah negara kecil yang memiliki penduduk multirasial, multilingual dan
multi agama. Keturunan Cina memegang predikat paling tinggi disusul Melayu,
India, Pakistan, dan Arab. Umat Islam merupakan kelompok minoritas dan
heterogen. Mayoritas dari kaum muslimin adalah Melayu dengan latar belakang
yang berbeda-beda; orang pesisir Malaysia, Jawa, Bugis, Bawean, dan lain-lain.
Jumlah Cina yang muslim hanya sedikit.
Sebagai
negara yang penduduk muslimnya sedikit, pendidikan Islam di Singapura sangat
memprihatinkan. Di bawah sistem pendidikan yang maju, kaum muslim Melayu tetap
saja tertinggal. Tercatat pada tahun 1980 hanya terdapat 679 orang Melayu yang
berpredikat sarjana. Sejak tahun 1958 pendidikan agama Islam telah diajarkan di
sekolah-sekolah Melayu sekitar 35-45 menit seminggu, untuk mencari tambahan
pengajaran agama bisa belajar di Masjid yang memang menyediakan waktu dan
tempat. Waktu itu hanya ada empat sekolah lanjutan dan lima sekolah dasar yang
mempunyai jam pelajaran penuh, masing-masing dengan sistem dan kurikulumnya
sendiri.
Gambaran
sekolah formal agama Islam di Singapura saat ini masih kekurangan fasilitas
sebagai lembaga pendidikan modern. Para murid belajar dalam gedung-gedung yang
sudah tua dan kebanyakan gurunya tidak menerima latihan apapun dalam bidang
seni dan tehnik, sekalipun ada di antaranya yang memiliki gelar dari
universitas-universitas Islam. Para murid sama sekali tidak mengambil kegiatan
ekstra kurikuler.
4. Islam
di Brunei Darussalam
Brunei
Darussalam adalah sebuah negara kecil yang sangat makmur di bagian utara Pulau
Borneo/Kalimantan dan berbatasan dengan Malaysia. Brunei terdiri dari dua
bagian yang yang dipisahkan di daratan oleh Malaysia. Nama Borneo berdasarkan nama
negara ini, sebab pada zaman dahulu kala, negeri ini sangat berkuasa di pulau
ini.
Diperkirakan
Islam di Brunei datang pada tahun 977 M melalui jalur Timur Asia Tenggara oleh
pedagang-pedagang dari negeri Cina. Catatan bersejarah yang membuktikan penyebaran
Islam di Brunei adalah Batu Tarsilah. Catatan pada batu ini menggunakan bahasa
Melayu dan huruf Arab. Dengan penemuan itu, membuktikan adanya pedagang Arab
yang datang ke Brunei dan sekitar Borneo untuk menyebarkan dakwah Islam.
Silsilah
kerajaan Brunei terdapat pada Batu Tarsilah yang menuliskan Silsilah Raja-Raja
Brunei yang dimulai dari Awang Alak Betatar (Muhammad Shah), raja yang pertama
kali memeluk agama Islam (1368 M) sampai kepada Sultan Muhammad Tajuddin
(Sultan Brunei ke-19, memerintah antara 1795-1804 M dan 1804-1807 M).
Adapun
nama-nama Sultan yang pernah menguasai kesultanan Brunei adalah sebagai
berikut:
a) Sultan
Muhammad Syah (1363-1402)
b) Sultan
Ahmad (1408-1425)
c) Sultan
Sharif Ali (1425-1432)
d) Sultan
Sulaiman (1432-1485)
e) Sultan
Bolkiah (1485-1524)
f) Sultan
Abdul Kahar (1524-1530)
g) Sultan
Saiful Rijal (1533-1581)
h) Sultan
Syah Brunei (1581-1582)
i)
Sultan Muhammad
Hasan (1582-1598)
j)
Sultan Abdul
Jalilul Akbar (1598-1659)
k) Sultan
Abdul Jalilul Jabbar (1659-1660)
l)
Sultan Haji
Muhammad Ali (1660-1661)
m) Sultan
Abdul Hakkhul Mubin (1661-1673)
n) Sultan
Muhyiddin (1673-1690)
o) Sultan
Nasaruddin (1690-1710)
p) Sultan
Husin Kamaluddin (1710-1730)dan 1737-1740)
q) Sultan
Muhammad Alaudin (1730-1737)
r) Sultan
Omar Ali Saifudin (1740-1795
s) Sultan
Muhammad Tajudin (1795-1804) dan (1804-1807).
5. Islam
di Thailand
Diperkirakan
para penyebar Agama Islam yang paling banyak datang ke Nusantara diperkirakan
sekitar tahun seribu empat ratusan masehi atau secara berturut datang setelah
itu hingga keabad lima belas dan enam belasan. Dan diduga bahwa
penyebar-penyebar tersebut adalah keturunan bani Abbasyiah.
Adapun pendapat
lain mengatakan bahwa Islam diperkirakan datang ke negara Thailand sekitar pada
abad ke-10 atau 11 melalui jalur perdagangan. Yang mana penyebaran Islam ini
dilakukan oleh para guru sufi dan pedagang yang berasal dari wilayah Arab dan
pesisir India. Pendapat lain ada yang mengatakan Islam masum ke Thailand
melalui Kerajaan Samudra Pasai di Aceh.
Salah satu bukti
yang menguatkan pendapat ini adalah ditemukannya sebuah batu nisan yang
bertuliskan Arab di dekat Kampung Teluk Cik Munah, Pekan Pahang yang bertepatan
pada tahun 1028 M.
Dahulu, ketika
Kerajaan Samudera Pasai ditaklukkan oleh kerajaan Siam (Thailand), banyak
orang-orang Islam yang ditawan, yang mana ketika itu Raja Zainal Abidin lah
salah satu tawanan kerajaan Siam yang kemudian di bawa ke Thailand. Para
tawanan itu akan dibebaskan apabila telah membayar uang tebusan. Kemudian para
tawanan yang telah bebas itu ada yang kembali ke Indonesia dan ada pula yang
menetap di Thailand dan menyebarkan agama Islam di wilayah Thailand Selatan
yangberbatasan langsung dengan Malaysia.
Pada tahap
pertama Islam diwarnai da’wahnya dengan Tasawuf dan Mistik setidaknya sampai
pada abad ke-17. Hal ini karena dirasa paling cocok dengan latar belakang
masyarakat setempat yang dipengaruhi oleh asketisme Hindu-Budha dan sinkretisme
kepercayaan local dan tarekat cenderung lebih toleran dengan tradisi semacam
itu. Sehingga ditemukan bahwa terdapat nama-nama ulama sufi terkenal sebagai
penyebar Islam, diantaranya adalah Syiekh Syafiuddin Ahmad Ad Dajjani
Al-Qusyasyi, beliau adalah seorang keturunan Abbas bin Abdul Muthalib (paman
Nabi Muhammad s.a.w).
Diceritakan juga bahwa ada dua orang yang
sezaman/bersahabat karib yang sama-sama menjalankan aktivitas dakwah Syeikh
Syafiuddin di Pattani, banyak yang menduga bahwa baliaulah yang pertama
mengislamkan Pattani, barangkali anggapan ini adalah satu kekeliruan karena
Pattani memeluk Islam jauh lebih awal dari kedatangan beliau ke Pattani, bahkan
Pattani dianggap tampat yang telah lama menerima Islam tak ubahnya seperti di
Aceh juga.
Peradaban yang
ada di thailand hanyalah berupa masjid-masjid saja, karena penduduk thailand
yang bermayoritas islam sangatlah sedikit. Banyak dari mereka hanyalah bertempat
tinggal di wilayah-wilayah terpencil.
6. Islam
di Filipina
Sejarah masuknya
Islam di Filipina tidak dapat dilepaskan dari kondisi sosio cultural wilayah
tersebut sebelum kedatangan Islam. Filipina adalah sebuah Negara kepulauan yang
terdiri dari 7107 pulau dengan berbagai suku dan komunitas etnis. Sebelum
kedatangan Islam, Filipina adalah sebuah wilayah yang dikuasai oleh
kerajaan-kerajaan. Islam dapat masuk dan diterima dengan baik oleh penduduk
setempat setidaknya karena ajaran Islam dapat mengakomodasi berbagai tradisi
yang telah mendarah daging di hati mereka.
Para ahli
sejarah menemukan bukti abad ke-16 dan abad ke-17 dari sumber- sumber Spanyol
tentang keyakinan agama penduduk Asia Tenggara termasuk Luzon, yang merupakan
bagian dari Negara Filipina saat ini, sebelum kedatangan Islam.
Sumber-sumber
tersebut memberikan penjelasan bahwa sistem keyakinan agama yang sangat dominan
ketika Islam datang pada abad ke-14 sarat dengan berbagai upacara pemujaan
untuk orang yang sudah meninggal. Hal ini jelas sekali tidak sejalan dengan
ajaran Islam yang menentang keras penyembahan berhala dan politeisme. Namun
tampaknya Islam dapat memperlihatkan kepada mereka bahwa agama ini memiliki
cara tersendiri yang menjamin arwah orang yang meninggal dunia berada dalam keadaan
tenang, yang ternyata dapat mereka terima.
Di sisi lain,
tidak dapat diragukan lagi bahwa skala perdagangan Asia Tenggara mulai melesat
sangat pesat pada penghujung abad ke-14. Hasil dari perdagangan ini, kota-kota
berkembang dengan kecepatan sangat mencengangkan termasuk sepanjang wilayah
pesisir kepulauan Filipina. Para pedagang dari berbagai negeri bertemu dan
menimbulkan adanya pertukaran baik di bidang ilmu pengetahuan maupun agama. Di
antara semua agama besar di dunia, Islam barangkali yang paling serasi dengan
dunia perdagangan. Al-Qur’an maupun Al- Hadits sebagai sumber tertinggi dalam
agama Islam banyak memuji kepada pedagang yang dapat dipercaya.
Hal ini
mengakibatkan orang yang cenderung bergerak dalam dunia perniagaan pasti
terpikat dengan ajaran Islam. Dari sini, Islam terus memperluas pengaruhnya
secara cultural yaitu dengan melalui perkawinan antar etnis hingga akhirnya
melalui system politik. Jalur yang terakhir ini (politik) terjadi ketika Islam
telah dipeluk oleh para penguasa khususnya para raja.
Menurut para
ahli sejarah, pada penghujung akhir abad ke-14 seorang raja terkenal dari
Manguindanao memeluk Islam. Dari sinilah awal peradaban Islam di wilayah ini
mulai dirintis. Raja Manguindanao kemudian menjadi seorang Datuk yang berkuasa
di propinsi Davao di bagian tenggara pulau Mindanao. Setelah itu, Islam
disebarkan ke pulau Lanao dan bagian utara Zamboanga serta daerah pantai
lainnya. Sepanjang garis pantai kepulauan Filipina semuanya berada dibawah
kekuasaan pemimpin-pemimpin Islam yang bergelar Datuk atau Raja.
Proses
islamisasi di Filipina pada masa awal adalah melalui tiga hal, yaitu
perdagangan, perkawinan dan politik. Diterimanya Islam oleh orang-orang
Mindanao, Sulu, Manilad dan sepanjang pesisir pantai kepulauan Filipina tidak
terlepas dari ajaran Islam yang dibawa oleh para pedagang tersebut dapat
mengakomodasi tradisi lokal.
Umat Islam
Filipina yang kemudian dikenal dengan bangsa Moro, pada akhirnya menghadapi
berbagai hambatan baik pada masa kolonial maupun pasca kemerdekaan. Bila
direntang ke belakang, perjuangan bangsa Moro dapat dibagi menjadi tiga
fase:Pertama, Moro berjuang melawan penguasa Spanyol selama lebih dari 375
tahun (1521-1898 M).Kedua, Moro berusaha bebas dari kolonialisme Amerika selama
47 tahun (1898-1946 M).Ketiga, Moro melawan pemerintah Filipina (1970 M-sekarang).
7. Islam
di Vietnam
Berkembangnya
Islam di Vietnam, khusunya pada tahap awal, tidak bisa dilepaskan dari
kehadiran kerajaan dan etnis Campa, uraian tentang Islam di Vietnam diawali
dengan uraian sejarah Kerajaan Campa Kuno dan Etnis Campa.
Saat ini,
masyarakat muslim Vietnam biasanya dibedakan menjadi dua kategori. Pertama,
masyarakat muslim pendatang yang berkembang di kota-kota besar, seperti HO Chi
Minh. Kedua, masyarakat muslim Cam, yang merupakan penduduk lokal dan komunitas
muslim tertua yang menempati dataran pesisir Vietnam Tengah. Jumlah masyarakat
muslim Vietnam mencapai sekitar 1% dari seluruh populasi Vietnam, yakni sekitar
420.000 jiwa.
Setelah Vietnam
memasuki era baru dan politik terbuka, umat Islam juga ikut menikmati perubahan
politik tersebut: baik secara internal dalam bentuk semakin terbukanya kegiatan
keagamaan dan semakin pulihnya posisi sosial umat Islam. Dengan dibangunnya
pusat pengkajian umat Islam dan pendidikan Islam di kota Ho Chi Minh dan
dibukanya berbagai kantor perwakilan negara yang mayoritas penduduknya muslim,
suasana di kota tersebut tidak lagi mencerminkan suasana “anti Tuhan”.
8. Islam
di Myanmar
Setelah Islam
tersebar di sekitar pantai benua kecil India sekitar abad ke-7 M, pedagang
Islam mulai menyebarkan agama itu ke Burma. Mayoritas mereka berasal dari etnis
Arab, Persia, dan India. Pelaut-pelaut Islam ini untuk pertama kalinya sampai
di burma kira-kira abad ke-9 M. Tumpuan utama mereka adalah berdagang di
sekitar pantai Arakan dan hilir Burma.
Dalam
tulisan-tulisan pelaut (pengembara) Arab dan Persia pada masa itu terdapat
catatan tentang Burma. Ibn Khordadhbeh, Sulaiman, Ibn al-Faqih dan al-Maqdisi
yang melintasi kawasan ini pada abad ke-9 dan 10 M telah mencatatkan aktivitas
pedagang-pedagang Islam di Burma ketika itu. Diantara mereka ada yang singgah
di burma untuk berdagang dan ada pula yang menanti angin sebelum meneruskan
pelayaran mereka ke timur atau balik ke India atau tanah Arab. Ada juga diantara
mereka yang akhirnya menetap di burma karena kapal yang mereka tumpangi rusak
atau tenggelam.
Mereka yang agak lama tinggal di Burma ini akhirnya menikah
dengan penduduk setempat yang beragama Budha, sehingga terbentuklah komunitas
Islam di pelabuhan-pelabuhan negara itu. Orang-orang keturunan Islam ini
dikenal sebagai Pathee atau Kala. Perkawinan campuran ini telah menyebabkan
tersebarnya agama Islam di sekitar kota-kota pelabuhan di Burma terutama
setelah abad ke-10 M.
Duarte Barbosa,
seorang pengembara Portugis yang berkunjung ke India antara tahun 1501-1516 M
juga menyebutkan tentang pesatnya perdagangan yang dijalankan oleh orang Islam
antara Burma dan India. Di antara barang komoditi yang dibawa oleh kapal-kapal
dagang Islam itu adalah gula, batu permata (delima), kapas, sutera, tembaga,
perak, herba, dan obat-obatan.
Kehadiran orang
Islam di Burma ini nampaknya tidak menyenangkan penduduk pribumi. Mereka sering
diganggu terutama setelah kedatangan orang Barat ke Burma. Namun demikian orang
Islam yang telah menjadikan Burma sebagai tanah air mereka terus tinggal
berkelompok dipinggir pantai sekitar pelabuhan dan menjadi komunitas yang
dikenal sebagai orang Burma Islam (Muslim Burmese).
9. Islam
di Kamboja
Beberapa ahli
sejarah beranggapan bahwa Islam sampai di Kamboja pada abad ke-11 Masehi. Nenek
moyang Kaum Muslim Kamboja merupakan orang Cham, penduduk asli kerajaan Champa
di Vietnam yang menguasai semenanjung Indochina. Ketika kerajaan Campa hancur
pada tahun 1470 M, banyak penduduknya hijrah ke negara tetangga termasuk
Kamboja, kemudian mereka membuat komunitas dan beranak pinak di Kamboja hingga
saat ini.
Muslim Champa
diterima dengan baik di Kamboja, beberapa sumber bahkan menyebutkan beberapa
petinggi kerajaan Champa yang turut mengungsi kemudian juga mendapatkan jabatan
terhormat di kerajaan Kamboja. Selain muslim Champa, Muslim Melayu dari
kepulauan Indonesia dan semenanjung Malaysia juga memasuki Kamboja sejak masa
kejayaan Champa disekitar abad ke 15 masehi.
Muslim Arab imigran dan Anak Benua India, serta pribumi yang masuk Islam
juga menjadi bagian dari komunitas Muslim di Kamboja saat ini.
10. Islam
di Laos
Laos
dikenal sebagai salah satu Negara dengan sistem pemerintahan komunis yang
tersisa di dunia dengan mayoritas penduduknya merupakan pemeluk Budha
Theravada. Tak heran kalau Laos merupakan negara dengan penduduk Muslim paling
sedikit di Asia Tenggara.
Agama
Islam pertama kali masuk ke Laos melalui para pedagang Cina dari Yunnan. Para
saudagar Cina ini bukan hanya membawa dagangannya ke Laos, namun juga ke negara
tetangganya seperti Thailand dan Birma. Oleh masyarakat Laos dan Thailand, para pedagang asal Cina ini dikenal dengan
nama Chin Haw. Peninggalan kaum Chin Haw yang ada hingga hari ini adalah: beberapa kelompok kecil komunitas Muslim yang
tingal di dataran tinggi dan perbukitan. Mereka menyuplai kebutuhan pokok
masyarakat perkotaan. Di sini, mereka memiliki masjid besar kebanggaan.
Letaknya di ruas jalan yang terletak di belakang pusat air mancur Nam Phui.
Masjid ini dibangun dengan gaya neo-Moghul dengan ciri khas berupa menara gaya
Oriental. Masjid ini juga dilengkapi pengeras suara untuk adzan. Ornamen lain
adalah tulisan-tulisan di dalam masjid ini ditulis dalam lima bahasa, yaitu
Arab, Tamil, Lao, Urdu, dan Inggris. Selain kelompok Muslim Chin Haw, ada lagi
kehadiran kelompok Muslim lainnya di Laos yaitu komunitas Tamil dari selatan
India. Muslim Tamil dikenal dengan nama Labai di Madras dan sebagai Chulia di
Malaysia dan Phuket.
Mereka masuk Vientiane melalui Saigon yang masjidnya
memiliki kemiripan dengan masjid mereka di Tamil. Para jamaah Muslim India
Selatan inilah yang mendominasi masjid di Vientiane. Meski demikian, masjid ini
juga banyak dikunjungi jamaah Muslim dari berbagai negara. Jamaah tetap di
masjid ini termasuk para diplomat dari negara Muslim di Vientiane, termasuk
dari Malaysia, Indonesia, dan Palestina. Laos merupakan salah satu negara yang
kaya dengan keberagaman etnis. Setengah populasinya yang mencapai empat
setengah juta orang berasal dari etnis Lao atau yang dikenal masyarakat
lokalnya sebagai Lao Lum.
Selain mendominasi dari segi jumlah penduduk, mereka
juga mendominasi pemerintahan dan komunitas masyarakatnya. Mereka yang berasal
dari etnis ini memiliki kedekatan kekerabatan dengan penduduk kawasan timur laut
Thailand. Mereka berasal dari dataran rendah Mekong yang hidup mendominasi di
Vientiane dan Luang Prabang. Secara tradisional, mereka juga mendominasi
pemerintahan dan masyarakat Laos.
Peradaban
islam di laos sangatlah sedikit, karena laos adalah negara yang mana jumlah
masyarakat muslimnya yang paling kecil di Asia Tenggara. Walaupun demikian
mereka tetap teguh memegang agama Islam. Bentuk peradabannya yaitu:
Mereka
memiliki masjid besar kebanggaan. Letaknya di ruas jalan yang terletak di
belakang pusat air mancur Nam Phui. Masjid ini dibangun dengan gaya neo-Moghul
dengan ciri khas berupa menara gaya Oriental.
Masjid
ini juga dilengkapi pengeras suara untuk adzan. Ornamen lain adalah
tulisan-tulisan di dalam masjid ini ditulis dalam lima bahasa, yaitu Arab,
Tamil, Lao, Urdu, dan Inggris. Selain kelompok Muslim Chin Haw, ada lagi
kehadiran kelompok Muslim lainnya di Laos yaitu komunitas Tamil dari selatan
India. Muslim Tamil dikenal dengan nama Labai di Madras dan sebagai Chulia di
Malaysia dan Phuket. Mereka masuk Vientiane melalui Saigon yang masjidnya
memiliki kemiripan dengan masjid mereka di Tamil.
C.
Pengaruh
Islam di Asia Tenggara dan Peradaban yang Dapat Diambil
1. Sistem
Pemerintahan
a) Wujudnya
institusi kesultanan di beberapa negara, gelar sultan menggantikan gelar raja.
b) Ulama
menjadi penasehat bagi Raja/Sultan.
c) Islam
sebagai agama yang resmi.
d) Undang-undang
berlandaskan hukum Islam.
e) Wujudnya
semangat jihad menentang penjajah.
2. Pendidikan
a) Pendidikan
disampaikan kepada semua lapisan masyarakat, tidak hanya untuk kalangan
bangsawan.
b) Istana,
pondok pesantren, madrasah, dan surau sebagai institusi pendidikan.
3. Bahasa
dan Kesusteraan
a) Tulisan
jawi berasal dari tulisan Arab (al-Quran) yang diubah sesuai dengan perkataan
Melayu. Tulisan ini menjadi tulisan resmi menggantikan tulisan Palava
Dewanagari ( tulisan zaman Hindu Buddha ).
b) Banyak
istilah Arab digunakan dalam bahasa Melayu, seperti sultan, syuur, masjid,
alam.
c) Melalui
tulisan jawi lahir penulis seperti Tun Sri Lanang.
d) Hasil
kesusasteraan Melayu terpengaruh dengan gaya dan tatabahasa Arab.
e) Bentuk
sastera Melayu dipengaruhi bentuk sastera Islam.
4. Cara
Hidup
a) Kaum
wanita memakai tudung kepala atau hijab dan lelaki memakai songkok (Penggunaan
pakaian yang menutup aurat).
b) Mengamalkan
konsep persaudaraan sesama muslim.
c) Persamaan
taraf sesama manusia.
d) Sifat
tolong-menolong, hormat-menghormati, dan amalan bergotong-royong.
5. Kesenian
a) Kesenian
Islam contohnya seni khat, seni bina, seni ukir.
b) Seni
khat ada pada batu nisan ( tulisan ayat al-Quran ), ukiran kayu, bilah mata keris,
batu bersurat ( Terengganu ).
c) Unsur
seni kaligrafi turut mengambil contoh huruf Arab, ayat al-Quran dan tulisan
jawi.
d) Pengaruh
seni bina Islam boleh juga dilihat pada bentuk masjid, kubah, mimbar, mihrab
dan menara azan.
6. Ekonomi
a) Terbentuknya
Institusi ekonomi Islam seperti baitulmal. Baitulmal diperkenalkan di Aceh oleh
Sultan Iskandar Muda yang berfungsi sebagai perbendaharaan negara (hasilnya
diperoleh daripada zakat dan sedekah).
b) Islam
menegaskan umatnya untuk mencari rezeki yang halal dan melarang mengemis.
c) Amalan
riba, penindasan dan penipuan dilarang dalam perniagaan.
0 comments